Minggu, 04 Desember 2011

hadiah terindah

Aku memang lama ingin mengatakan ini padamu. Aku tak ingin menjadi jodohmu tetapi aku sangat mencintaimu. Berada di dekatmu adalah hal terindah yang pernah ku lakukan. Saat kau tersenyum, jiwaku tenang.

Malam itu kau menangis di depan tubuhku. Aku menyesal tak bisa memeluk dan mengusap air mata yang menetes di pipimu. Sungguh ku tak ingin kau menangis. Bintang yang biasa hadir di setiap malam, kini berselimut awan mendung dan hujan turun bersamaan dengan air matamu. Seolah keduanya telah terencana.

Sudah lama aku mengidap penyakit ini, radang otak yang terus menjadi parah. Aku menyembunyikannya kepadamu agar kau tak khawatir. Bukan berarti aku tak cinta karena telah berbohong padamu untuk dapat pergi ke rumah sakit. Sungguh ku tak ingin kau khawatir.

Suatu hari kita pergi ke sebuah taman di pusat kota. Aku bersandar di bahumu. Kau mengusap lembut rambutku dan sesekali menciumnya. Kita menikmati suasana pagi itu. Beberapa saat kemudian, hujan datang. Kau mengajakku berteduh. Tapi aku menolak. Aku ingin menikmati hujan di pelukmu.

“Sayang, jika kita tak ditakdirkan bersama, gimana?” tanyaku.

“Aku tak mau itu terjadi. Aku selalu berdoa agar kita berjodoh.” Jawabmu.

“Kalau ternyata kita harus terpisah?”

“Aku akan berusaha mempertahankan hubungan ini.”

“Kenapa hujan selalu datang saat kita bersama? Hujan juga menyertai kita saat bertemu dulu. Apa Tuhan tak ingin kita bersama?”

“Hentikan perkataanmu. Kita akan tetap bersama. Meski hujan, terik, badai, aku akan di sampingmu.”

Aku tersenyum dan menempel lebih erat ke tubuhmu. Beberapa kemudian, hujan berhenti. Tentu saja kita telah basah kuyup. Kau mengajak ku pulang segera karena aku telah jatuh sakit.

Semakin hari tubuhku semakin kurus. Aku mengelabuhimu dengan berpakaian serba besar agar terlihat tak kurus. Tapi kau memperhatikanku. Kau mengetahui kondisiku yang kau rasa semakin memburuk. Kau mulai curiga. Tapi aku mengelak. Aku menegaskan bahwa aku baik-baik saja. Sukurlah kalau akhirnya kau percaya.

13 Juni 2011, aku pingsan di sekolah. Pusing dan pendarahan hebat aku alami. Aku tak tahu wajahmu dengan jelas. Tapi aku menerka, kau pasti sangat mengkhawatirkan aku. Aku tak tahu apa saja yang terjadi selama aku tak sadar. Aku hanya bermimpi. Wajahmu pucat, mengenggam tanganku tetapi tak sampai. Ayah, bunda, dan teman-teman menangis memanggil namaku. Sebenarnya apa yang terjadi? Rasanya lama aku terbaring di ranjang rumah sakit dengan selang infus. Mimpi-mimpi yang kualami, berakhir. Aku bangun. Tapi kenapa mereka tetap menangis? Aku melihat tubuhku terbaring dan ditutup selembar kain. Aku telah tiada. Itu tubuhku dan ini nyawaku. Hujan turun lagi malam ini. Kali ini benar-benar terasa amat ingin.Ketahuilah, aku lebih bisa menyayangi, mencintai dan menjagamu dengan cara seperti ini. Jangan terlalu tangisis saat aku tak ada. Sebut namaku terus agar ku tahu bahwa aku selalu di pikiranmu. Kau adalah hadiah terindah dari Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar